BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Latar
Balakang
Dulu
keberhasilan seseorang untuk masa depan diukur dari tingkat kecerdasan. Padahal
dulu kecerdasan hanya ditinjau dari aspek intelektual. Padahal di otak kita
terdapat beberapa kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan
emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).
Di
Indonesia pengembangan kecerdasan anak untuk menuju tingkat keberhasilan atau
kesuksesan dalam berhasil itu ditinjau dari intelektual. Contohnya dalam sistem
pendidikan Indonesia menekankan tingkat kecerdasan dinilai dari segi matematika
(logika) dan bahasa. Dalam praktek anak akan mengalami kenaikan kelas dinilai
dari aspek tersebut. Padahal ini adalah satu pemikirin kecerdasan yang masih
tradisional. Hal ini juga diungkapkan oleh pakar perkembangan dan pemerhati
anak, Seto Mulyadi.
Setelah adanya kekeliruan di pendidikan Indonesia dalam
peningkatan kecerdasan anak. Padahal sekolah - sekolah swasta telah menjamur
dimulai dari sekolah kanak-kanak atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai
tingkat yang tertinggi perguruan tinggi. Dengan semakin menjamurnya
sekolah-sekolah seharusnya tingkat pendidikan Indonesia semakin professional,
tapi kenyataannya masih tetap dalam pendidikan pengembangan yang tradisional.
Dengan
adanya kekeliruan tentang kecerdasan yang hanya mencakup dua aspek yaitu
matematika (logika) dan bahasa. Sebaiknya selain dari aspek tersebut harus juga
meliputi beberapa aspek yang lain yaitu kinetis, musical, visual-spatial,
interpersonal, dan naturalis. Jenis-jenis kecerdasan tersebut disebut dengan
kecerdasan jamak (multiple intelligences) yang diperkanalkan oleh Howard
Gardner tahun 1983. Menurut Gardner sebaiknya harus memperhatikan
orang-orang yang memiliki talenta (gift) di dalam kecerdasan seseorang.
Misalnya arsitek, musikus, ahli alam, designer, penari, terapis, dan lain-lain.
Para ahli
melihat bakat seseorang dari tes intelegensi (IQ) yang berasal dari kecerdasan.
Tapi sekarang tidak para ahli memaparkan anak berbakat meliputi beberapa ciri
yaitu kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan diri (tanggung jawab
terhadap tugas). Masing-masing ciri ini memiliki penjabaran tersendiri misalnya
kemapuan di atas rata-rata mencakup beberapa antara lain mempunyai abstraksi,
kemampuan penalaran, dan kemampuan memecahkan masalah.
Akan
tetapi, kecerdasan yang cukup tinggi belum menjamin keberbakatan seseorang.
Kreatifitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai
kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam
pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru
antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya, adalah sama pentingnya.
Demikian
juga berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas yang mendorong seseorang untuk
tekun dan ulet meskipun mengalami macam-macam rintangan dan hambatan, melakukan
dan menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya, karena ia telah
mengikatnya diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.
1.1 Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian kecerdasan ?
2.
Faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi kecerdasan dalam belajar dan perkembangan anak
3. Apa saja klasifikasi kecerdasan majemuk ?
4. Bagaimana manfaat penerapan multiple intelegensi ?
1.3
Tujuan
Sesuai dengan permasalahan
yang dikemukakan, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagia berikut :
1.
Mengetahui
pengertian kecerdasan berdasarkan para ahli
2. Mengetahui factor-faktor yang mempangaruhi kecerdasan dalam belajar dan perkembangan anak
3. Mengetahui klasifikasi kecerdasan majemuk
4. Mengetahui manfaat penerapan multiple intelegensi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kecerdasan
Majemuk
Kecerdasan ialah sebuah
kapasitas yang mendasar yang dimiliki setiap manusia untuk memproses informasi
tertentu. Howard Gardner sejak tahun 1983 sudah mengadakan penelitian,dan
memperkenalkan jenis-jenis kecerdasan intelektual dengan sebutan kecerdasan
majemmuk. Hal ini dipertegas oleh Daniel Goleman dalam bukunya Emotional
Intelegence.dia mengatakan bahwa kontribusi IQ paling banyak sekitar 20 %
terhadap keberhasilan hidup,sehingga 80 % sisanya ditentukan oleh faktor-
faktor lain:sehimpunan faktor yang disebut kecerdasan emosional.
Kecerdasan juga dapat dikatakan sebagai istilah
umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran
yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar,
merencanakan, memecahkan
masalah, berpikir abstrak, memahami
gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu.
Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri
yang biasa disebut sebagai tes IQ. Ada juga
pendapat yang menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang dimiliki manusia
berdasarkan perbandingan usia kronologis.
Terdapat beberapa cara untuk
mendefinisikan kecerdasan. Dalam beberapa kasus, kecerdasan bisa termasuk kreativitas, kepribadian,
watak, pengetahuan,
atau kebijaksanaan. Namun, beberapa psikolog tak memasukkan hal-hal tadi dalam kerangka
definisi kecerdasan. Kecerdasan biasanya merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental dalam berpikir, namun belum terdapat definisi
yang memuaskan mengenai kecerdasan. Stenberg& Slater mendefinisikannya
sebagai tindakan atau pemikiran
yang bertujuan dan adaptif.
2.2 Faktor Kecerdasan
dalam Belajar dan Perkembangan Anak
1. Faktor Bawaan
Dimana faktor
ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau
kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh
faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang
bodoh, agak pintar, dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan
pelatihan yang sama.
2. Faktor Minat Dan Bawaan
Yang Khas
Dimana minat
mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan
itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia
untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia
dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
3. Faktor Pembentukan
Dimana
pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan intelengensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang
direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak
direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.
4. Faktor Kematangan
Dimana organ
dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ
manusia baik fisik maupun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah
tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya
masing-masing.sOleh karena itu, tidak diherankan bila anak-anak belulm mampu
mengerjakan atau memecahkan soal-soal
matematika di kelas empat sekolah dasar, karena soal-soal itu masih terlampau
sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk
menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umu.
5. Faktor
Kebebasan
Hal ini berarti
manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang
sesuai dengan kebutuhannya.
Kelima faktor
tersebut di atas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang
lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya
berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor saja.
2.3
Klasifikasi Kecerdasan Majemuk
Secara
konvensional klasifikasi kecerdasan dewasa ini masih mengikuti klasifikasi yang
dikembangkan oleh Binet dan Simon, diantaranya :
a) Idiot (IQ 0 – 19)
Idiot adalah suatu istilah yuridis
dan paedagogis, yang diperuntukkan bagi mereka yang lemah pikiran tingkat
paling rendah.
b) Embisil (IQ 20 – 49)
c) Moron (IQ 50 – 69)
Moron merupakan problem
terbesar masyarakat. Pada masa dewasa, moron dianggap memiliki kecerdasan
d) Inferior (IQ 70 – 79)
Merupakan kelompok
tersendiri dari individu-individu terbelakang. Kecakapan pada umumnya
hampirsama dengan kelompok embisil,namun kelompok ini mempunyai kecakapan
tertentu yang melebihi kecerdasannya.
e) Bodoh (IQ 80 – 89)
Pada umumnya kelompok ini
agak lambat dalam mencerna pelajaran di sekolah.
f) Normal/Rata-rata (IQ 90 – 109)
Kelompok ini merupakan
kelompok yang terbesar presentasinya diantaran populasi.
g) Pandai (IQ 110 – 119)
Kelompok ini pada umumnya
mampu menyelesaikan pendidikan tingkat universitas atau perguruan tinggi.
h) Superior (IQ 120 – 129)
Kelompok ini lebih cakap.
i)
Sangat Superior (IQ 130 – 139)
Kelompok ini termasuk
kelompok superior yang berbeda pada tingkat tertinggi dalam kelompok tersebut.
j) Gifted (IQ 1400 – 179)
Kelompok ini adalah mereka
yang tidak genius tetapi menonjol dan terkenal.
k) Genius (IQ 180 ke atas)
Kelompok ini
bakat dan keistimewaannya telah tampak sejak kecil.
Dari beberapa klasifikasi
kecerdasan. Klasifikasi kecerdasan yang selalu sebagai acuan psikolog adalah klasifikasi
menurut Gardner. Gardner dengan “Teori Multi Kecerdasan” mengatakan bahwa , “
IQ tidak boleh dianggap sebagai gambaran mutlak, suatu entitas tunggal yang tetap
yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas. Ungkapan yang tepat
adalah bukan seberapa cerdas Anda, tetapi bagaimana Anda menjadi cerdas”.
(2002: 58).
Setiap orang
memiliki beberapa tipe kecerdasan. Gardner mendifinisikan kecerdasan adalah
kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai
dalam satu latar belakang budaya atau lebih. Dengan kata lain kecerdasan dapat
bervariasi menurut konteknya. Dalam bukunya Frames of Mind Gardner
menawarkan delapan jenis kecerdasan manusia, sebagai berikut:
1)
Kecerdasan Linguistik (Bahasa).
Kemampuan
membaca, menulis,dan berkomunikasi dengan kata-kata atau bahasa. Contoh orang
yang memiliki kecerdasan linguistic adalah penuulis, jurnalis, penyair, orator,
dan pelawak.
2)
Kecerdasan Logis-Matematis.
Kemanpuan
berpikir (bernalar) dan menghitung, berpikir logis dan sistematis. Ini adalah
jenis keterampilan yang sangat dikembangkan pada diri insinyur, ilmuwan,
ekomon, akuntan, detektif, dan para anggota profesi hukum.
3)
Kecerdasan Visual-Spasial.
Kemampuan
berpikir menggunakan gambar, memvisualisasikan hasil masa depan. Membayangkan
berbagai hal pada mata pikiran Anda. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini
antara lain para arsitek, seniman, pemahat, pelaut , fotografer, dan perencara
strategis.
4)
Kecerdasan
Musikal.
Kemampuan
menggubah atau mencipta musik, dapat menyanyi dengan baik, dapat memahami atau
memainkan musik, serta menjaga ritme. Ini adalah bakat yang dimiliki oleh para
musisi, composer, perekayasa rekaman
5)
Kecerdasan Kinestik-Tubuh.
Kemampuan
menggunakan tubuh Anda secara terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan
produk atau mengemukakan gagasan dan emosi. Kemampuan ini dimiliki oleh para
atlet, seniman tari atau akting atau dalam bidang banguan atau konstruksi.
6)
Kecerdasan
Interpersonal (social).
Kemampuan
bekerja secara efektif dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan
memperlihatkan empati dan pengertian, memeperhatikan motivasi dan tujuan
mereka. Kecerdasan jenis ini biasanya dimiliki oleh para guru yang baik,
fasilitator, penyembuh, polisi, pemuka agama, dan waralaba.
7)
Kecerdasan
Intrapersonal.
Kemampuan
menganalis-diri dan merenungkan-diri, mampu merenung dalam kesunyian dan
menilai prestasi seseorang, meninjau perilaku seseorang dan perasaan-perasaan
terdalamnya, membuat rencana dan menyusun tujuan yang hendak dicapai, mengenal
benar diri sendiri. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filosof,
penyuluh , pembimbing, dan banyak penampil puncak dalam setiap bidang.
Pada tahun 1996,
Gardner memutuskan untuk menambahkan satu jenis kecerdasan kedelapan (yaitu
kecerdasan naturalis), dan kendatipun banyak pendapat yang menentang, ada
godaan untuk menambahkan yang kesembilan, yaitu kecerdasan spiritual.
8)
Kecerdasan Naturalis.
Kemampuan
mengenal flora dan fauna, melakukan pemilahan-pemilahan runtut dalam dunia
kealaman, dan menggunakan kemampuan ini secara produktif- misalnya berburu,
bertani, atau melakukan penelitian biologi.
Kecerdasan
hanyalah sehimpunan kemampuan dan keterampilan. Manusia dapat mengembangkan dan
meningkatkan kecerdasan dengan belajar menggunakan kemampuannya secara penuh.
Delapan
kecerdasan yang dimiliki oleh manusia ini mengungkapkan kepada kita bahwa ada
“banyak jendela menuju satu ruangan yang sama” di mana subjek-subjek pelajaran
dapat didekati dari berbagai prespektif. Dan ketika orang mampu menggunakan
bentuk-bentuk kecerdasan mereka yang paling kuat, mereka akan menemukan bahwa
belajar itu mudah dan menyenangkan.
2.4 Manfaat Penerapan
Multiple Intelegensi
Pola pengajaran tradisional
yang hanya menekankan pada kemampuan logika yang disampaikan dalam bentuk
ceramah akan mudah membosankan siswa.Teori Multiple Intelegences menyarankan
beberapa cara yang memungkinkan materi pelajaran dapat disampaikan dalam proses
belajar yang lebih efektif.
Cara-cara
penyampaian materi pelajaran yang dapat dilakukan oleh guru sebagai
berikut:kata-kata, angka atau logika, gambar, pengalaman fisik, pengalaman
social,refleksi diri, pengalaman di lapangan, peristiwa
Jika kita akan
mengajar siswa diharapkan membaca materi terlebih dahulu.Dan siswa diusahakan
mengamati/mengadakan observasi.Pengajaran satu materi tidak perlu harus
menggunakan ke delapan kecerdasan secara serentak.Pilih kecerdasan yang sesuai
dengan konteks pembelajaran.
Sebenarnya
dalam melaksanakan proses pembelajaran yang menggunakan kerangka Multiple
Intelegences tidaklah sesulit yang dibayangkan.Tetapi membutuhkan kreatifitas
dan kepekaan guru.Artinya setiap guru harus bisa berpikir secara terbuka yaitu
keluar dari paradigma pembelajaran tradisional,mau menerima perubahan,serta
harus memiliki kepekaan untuk melihat setiap hal yang bisa digunakan di
lingkungan sekitar dalam menunjang proses belajar.
Laboratorium
hidup dan terlengkap adalah dunia untuk mengembangkan proses pengajaran dengan
menggunakan multiple intelegences,sarana dan prasarana yang dibutuhkan
sebenarnya telah tersedia di lingkungan sekitar.
Artinya bahwa
pendidikan tidaklah harus di dalam kelas.Tidak harus menggunakan peralatan yang
canggih.Siswa bisa diajak keluar kelas untuk mengamati fenomena yang terjadi di
dunia nyata ini.Siswa tidak hanya dijejali dengan teori semata.Mereka
dihadapkan dengan kenyataan.
Laboratorium
hidup yang terbesar adalah dunia ini. Untuk mengembangkan proses pengajaran
dapat menggunakan Multiple Intelegences, sarana dan prasarana yang dibutuhkan
sebenarnya telah tersedia di lingkungan sekitar tempat kita sekarang ini.
Artinya, bahwa pendidikan tidaklah harus di dalam kelas, tidak harus
menggunakan peralatan yang canggih.
Siswa bisa
diajak keluar kelas untuk mengamati setiap fenomena yang terjadi di dunia
nyata, siswa tidak hanya dijejali oleh teori semata, mereka dihadapkan pada
kenyataan bahwa teori yang mereka terima memang dapat ditemui di dalam
kehidupan nyata dan dapat mereka alami sendiri, sehingga mereka memiliki kesan
yang mendalam.
Vernon A.
Magnesen (1983), (DePorter, Bobbi; Reardon, Mark; Mourie, Sarah Singer, 2000)
menjelaskan bahwa kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang
kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan
dengar, 70% dari apa yang kita katakan, 90% dari apa yang kita katakan dan
lakukan. Artinya seseorang dapat menerima informasi paling banyak pada saat dia
melakukan atau mempraktikkan materi yang diterimanya.
Kadang-kadang
kita berpikir bahwa untuk menerapkan berbagai metode pengajaran yang berkembang
akhir-akhir ini diperlukan suatu peralatan yang canggih untuk menunjang proses
belajar. Padahal yang sebenarnya tidaklah demikian. Di dalam menerapkan
Multiple intelegences,proses pengajaran dapat dilakukan melalui beberapa cara,
diantaranya dengan menggunakan musik untuk mengembangkan Musical Intelegence,
belajar kelompok untuk mengembangkan Interpersonal Intelegence, aktivitas seni
untuk mengembangkan Visual Soatial Inteligence, role play untuk mengembangkan
Bodily-Khinesthetic Intelegence, menggunakan multimedia, refleksi diri untuk
mengembangkan Intra personal Intelegence, dan lain-lain.
Keluar dari pola
kebiasaan mengajar yang lama yaitu pengajaran yang hanya menekankan pada metoda
ceramah sangatlah sulit, karena manusia cenderung tidak mau keluar dari zona
nyaman sebagaimana yang diungkapkan oleh DePorter, Bobbi; Reardon, Mark;
Mourie, Sarah Singer, 2000 di dalam bukunya yang berjudul Quantum Teaching.
Manusia cenderung akan tetap mempertahankan kebiasaannya dan tidak mau
mengambil resiko, karena untuk berubah berarti mereka dihadapkan pada resiko
dari perubahan itu sendiri yang seringkali `menakutkan`.
Penerapan
Multiple Intelegences di dalam proses belajar mengajar tidak harus menunggu
perintah dari atasan. Guru yang mencoba menerapkan Multiple Intelegences,
berinisiatif untuk mencoba keluar dari zona nyaman agar pengajaran dapat
dilakukan seefektif mungkin dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Hal ini didasari
oleh pemikiran bahwa guru adalah orang yang langsung terlibat di lapangan yang
mengetahui secara jelas kebutuhan dan keunikan dari setiap siswa.
Kenyataan saat
ini, adalah kurangnya guru-guru yang memiliki inisiatif untuk mencoba keluar
dari pola pengajaran tradisional, meskipun dari pihak atasan menfasilitasi dan
mengadakan pembinaan bagi setiap guru agar dapat mengembangkan diri
menyampaikan materi pelajaran seefektif mungkin.
Upaya menerapkan
Multiple Intelegences bukan hanya tanggung jawab guru dan kepala sekolah saja,
orang tua pun perlu dilibatkan. Kita harus bersinergi dengan pihak orang tua.
Orang tua pun memiliki andil dalam menentukan cara belajar anaknya. Masih
banyak orang tua yang memiliki pola pikir tradisional dalam memandang kemampuan
yang harus dicapai oleh anaknya. Mereka masih memandang anaknya bodoh, jika
anaknya tidak pandai dalam matematika atau bahasa. Pola pikir orang tua seperti
itu harus diubah.
Pihak sekolah
hendaknya mengadakan seminar bagi orang tua. Seminar itu menjelaskan bahwa
kecerdasan anak bukan hanya dipandang dari kemampuan matematika atau bahasa,
melainkan masih banyak kemampuan lainya yang dapat dikembangkan sesuai dengan
keunikan anak. Jika pandangan baru ini diberikan pada orang tua, diharapkan
setiap orang tua dapat mendukung pihak sekolah untuk mengembangkan Multiple
Intelegences.
Salah satu
bentuk peran serta orang tua dalam pengembangan Multiple Intelegences adalah
dengan tidak memaksakan anak untuk hanya menguasai kemampuan matematika dan
bahasa, atau ditambah lagi ipa, tetapi mereka pun dapat membimbing dan
mengarahkan anaknya sesuai dengan keunikan masing-masing.
Selain
mengadakan seminar, kerja sama pihak sekolah dengan orang tua dapat dilakukan
dengan cara mengoptimalkan peran Wali Kelas dan guru Bimbingan Konseling dengan
cara melakukan pertemuan berkala dengan pihak orang tua. Kerja sama ini
dilakukan dalam upaya untuk memantau setiap perkembangan anak dan mengamati
keunikan setiap anak, sehingga pendidikan bisa diberikan sesuai dengan kebutuhn
dan keunikan masing-masing.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Kecerdasan
seseorang dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek intelektual (IQ), emosional
(EQ), dan spiritual (SQ).
2.
Klasifikasi
kecerdasan digunakan dengan teori multi kecerdasan, yang meliputi bahasa,
musikal, logika atau matematika, visual, kinestik tubuh, interpersonal atau
social, intrapersonal, dan naturalis. Dari klasifikasi tersebut tidak dapat
ketinggalan dari faktor kecerdesan meliputi bawaan, minat dan pembawaan yang
khas, pembentukan, kematangan, dan kebebasan.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
J. Ellys, 2009, Kiat meningkatkan potensi belajar anak, Bandung ; Pustaka Hidayah.
http//www.Downloads/makalah-pendidikan-perkembangan-anak.html