Minggu, 02 Oktober 2011

makalah kecerdasam majemuk


BAB I
PENDAHULUAN
1.2  Latar Balakang
Dulu keberhasilan seseorang untuk masa depan diukur dari tingkat kecerdasan. Padahal dulu kecerdasan hanya ditinjau dari aspek intelektual. Padahal di otak kita terdapat beberapa kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).
Di Indonesia pengembangan kecerdasan anak untuk menuju tingkat keberhasilan atau kesuksesan dalam berhasil itu ditinjau dari intelektual. Contohnya dalam sistem pendidikan Indonesia menekankan tingkat kecerdasan dinilai dari segi matematika (logika) dan bahasa. Dalam praktek anak akan mengalami kenaikan kelas dinilai dari aspek tersebut. Padahal ini adalah satu pemikirin kecerdasan yang masih tradisional. Hal ini juga diungkapkan oleh pakar perkembangan dan pemerhati anak, Seto Mulyadi.
Setelah adanya kekeliruan di pendidikan Indonesia dalam peningkatan kecerdasan anak. Padahal sekolah - sekolah swasta telah menjamur dimulai dari sekolah kanak-kanak atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai tingkat yang tertinggi perguruan tinggi. Dengan semakin menjamurnya sekolah-sekolah seharusnya tingkat pendidikan Indonesia semakin professional, tapi kenyataannya masih tetap dalam pendidikan pengembangan yang tradisional.
Dengan adanya kekeliruan tentang kecerdasan yang hanya mencakup dua aspek yaitu matematika (logika) dan bahasa. Sebaiknya selain dari aspek tersebut harus juga meliputi beberapa aspek yang lain yaitu kinetis, musical, visual-spatial, interpersonal, dan naturalis. Jenis-jenis kecerdasan tersebut disebut dengan kecerdasan jamak (multiple intelligences) yang diperkanalkan oleh Howard Gardner tahun 1983. Menurut Gardner sebaiknya harus memperhatikan orang-orang yang memiliki talenta (gift) di dalam kecerdasan seseorang. Misalnya arsitek, musikus, ahli alam, designer, penari, terapis, dan lain-lain.
Para ahli melihat bakat seseorang dari tes intelegensi (IQ) yang berasal dari kecerdasan. Tapi sekarang tidak para ahli memaparkan anak berbakat meliputi beberapa ciri yaitu kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan diri (tanggung jawab terhadap tugas). Masing-masing ciri ini memiliki penjabaran tersendiri misalnya kemapuan di atas rata-rata mencakup beberapa antara lain mempunyai abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan memecahkan masalah.
Akan tetapi, kecerdasan yang cukup tinggi belum menjamin keberbakatan seseorang. Kreatifitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya, adalah sama pentingnya.
Demikian juga berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami macam-macam rintangan dan hambatan, melakukan dan menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya, karena ia telah mengikatnya diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.
1.1  Rumusan Masalah
1.   Apa pengertian kecerdasan ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kecerdasan dalam belajar dan perkembangan anak
3. Apa saja klasifikasi kecerdasan majemuk ?
4. Bagaimana manfaat penerapan multiple intelegensi ?


1.3 Tujuan
Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagia berikut :
1.   Mengetahui pengertian kecerdasan berdasarkan para ahli
2. Mengetahui factor-faktor yang mempangaruhi  kecerdasan dalam belajar dan perkembangan anak
3. Mengetahui klasifikasi kecerdasan majemuk
4. Mengetahui  manfaat penerapan multiple intelegensi










BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kecerdasan Majemuk
Kecerdasan ialah sebuah kapasitas yang mendasar yang dimiliki setiap manusia untuk memproses informasi tertentu. Howard Gardner sejak tahun 1983 sudah mengadakan penelitian,dan memperkenalkan jenis-jenis kecerdasan intelektual dengan sebutan kecerdasan majemmuk. Hal ini dipertegas oleh Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelegence.dia mengatakan bahwa kontribusi IQ paling banyak sekitar 20 % terhadap keberhasilan hidup,sehingga 80 % sisanya ditentukan oleh faktor- faktor lain:sehimpunan faktor yang disebut kecerdasan emosional.
Kecerdasan juga dapat dikatakan sebagai istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang dimiliki manusia berdasarkan perbandingan usia kronologis.
Terdapat beberapa cara untuk mendefinisikan kecerdasan. Dalam beberapa kasus, kecerdasan bisa termasuk kreativitas, kepribadian, watak, pengetahuan, atau kebijaksanaan. Namun, beberapa psikolog tak memasukkan hal-hal tadi dalam kerangka definisi kecerdasan. Kecerdasan biasanya merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental dalam berpikir, namun belum terdapat definisi yang memuaskan mengenai kecerdasan. Stenberg& Slater mendefinisikannya sebagai tindakan atau pemikiran yang bertujuan dan adaptif.

2.2 Faktor Kecerdasan dalam Belajar dan Perkembangan Anak
1. Faktor Bawaan
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
2. Faktor Minat Dan Bawaan Yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
3. Faktor Pembentukan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelengensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.
4. Faktor Kematangan
Dimana organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.sOleh karena itu, tidak diherankan bila anak-anak belulm mampu mengerjakan atau memecahkan       soal-soal matematika di kelas empat sekolah dasar, karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umu.
5. Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kelima faktor tersebut di atas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor saja.
2.3 Klasifikasi Kecerdasan Majemuk
Secara konvensional klasifikasi kecerdasan dewasa ini masih mengikuti klasifikasi yang dikembangkan oleh Binet dan Simon, diantaranya :
a)      Idiot (IQ 0 – 19)
Idiot adalah suatu istilah yuridis dan paedagogis, yang diperuntukkan bagi mereka yang lemah pikiran tingkat paling rendah.
b)     Embisil (IQ 20 – 49)
c)      Moron (IQ 50 – 69)  
Moron merupakan problem terbesar masyarakat. Pada masa dewasa, moron dianggap memiliki kecerdasan                                                                                              
d)     Inferior (IQ 70 – 79)
Merupakan kelompok tersendiri dari individu-individu terbelakang. Kecakapan pada umumnya hampirsama dengan kelompok embisil,namun kelompok ini mempunyai kecakapan tertentu yang melebihi kecerdasannya.
e)      Bodoh (IQ 80 – 89)
Pada umumnya kelompok ini agak lambat dalam mencerna pelajaran di sekolah.
f)       Normal/Rata-rata (IQ 90 – 109)
Kelompok ini merupakan kelompok yang terbesar presentasinya diantaran populasi.
g)      Pandai (IQ 110 – 119)
Kelompok ini pada umumnya mampu menyelesaikan pendidikan tingkat universitas atau perguruan tinggi.
h)     Superior (IQ 120 – 129)
Kelompok ini lebih cakap.
i)        Sangat Superior (IQ 130 – 139)
Kelompok ini termasuk kelompok superior yang berbeda pada tingkat tertinggi dalam kelompok tersebut.
j)       Gifted (IQ 1400 – 179)
Kelompok ini adalah mereka yang tidak genius tetapi menonjol dan terkenal.
k)     Genius (IQ 180 ke atas)
Kelompok ini bakat dan keistimewaannya telah tampak sejak kecil.
Dari beberapa klasifikasi kecerdasan. Klasifikasi kecerdasan yang selalu sebagai acuan psikolog adalah klasifikasi menurut Gardner. Gardner dengan “Teori Multi Kecerdasan” mengatakan bahwa , “ IQ tidak boleh dianggap sebagai gambaran mutlak, suatu entitas tunggal yang tetap yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas. Ungkapan yang tepat adalah bukan seberapa cerdas Anda, tetapi bagaimana Anda menjadi cerdas”. (2002: 58).
Setiap orang memiliki beberapa tipe kecerdasan. Gardner mendifinisikan kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih. Dengan kata lain kecerdasan dapat bervariasi menurut konteknya. Dalam bukunya Frames of Mind Gardner menawarkan delapan jenis kecerdasan manusia, sebagai berikut:
1)      Kecerdasan Linguistik (Bahasa).
Kemampuan membaca, menulis,dan berkomunikasi dengan kata-kata atau bahasa. Contoh orang yang memiliki kecerdasan linguistic adalah penuulis, jurnalis, penyair, orator, dan pelawak.
2)      Kecerdasan Logis-Matematis.
Kemanpuan berpikir (bernalar) dan menghitung, berpikir logis dan sistematis. Ini adalah jenis keterampilan yang sangat dikembangkan pada diri insinyur, ilmuwan, ekomon, akuntan, detektif, dan para anggota profesi hukum.
3)      Kecerdasan Visual-Spasial.
Kemampuan berpikir menggunakan gambar, memvisualisasikan hasil masa depan. Membayangkan berbagai hal pada mata pikiran Anda. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini antara lain para arsitek, seniman, pemahat, pelaut , fotografer, dan perencara strategis.

4)      Kecerdasan Musikal.
Kemampuan menggubah atau mencipta musik, dapat menyanyi dengan baik, dapat memahami atau memainkan musik, serta menjaga ritme. Ini adalah bakat yang dimiliki oleh para musisi, composer, perekayasa rekaman
5)      Kecerdasan Kinestik-Tubuh.
Kemampuan menggunakan tubuh Anda secara terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan produk atau mengemukakan gagasan dan emosi. Kemampuan ini dimiliki oleh para atlet, seniman tari atau akting atau dalam bidang banguan atau konstruksi.
6)      Kecerdasan Interpersonal (social).
Kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan empati dan pengertian, memeperhatikan motivasi dan tujuan mereka. Kecerdasan jenis ini biasanya dimiliki oleh para guru yang baik, fasilitator, penyembuh, polisi, pemuka agama, dan waralaba.
7)      Kecerdasan Intrapersonal.
Kemampuan menganalis-diri dan merenungkan-diri, mampu merenung dalam kesunyian dan menilai prestasi seseorang, meninjau perilaku seseorang dan perasaan-perasaan terdalamnya, membuat rencana dan menyusun tujuan yang hendak dicapai, mengenal benar diri sendiri. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filosof, penyuluh , pembimbing, dan banyak penampil puncak dalam setiap bidang.
Pada tahun 1996, Gardner memutuskan untuk menambahkan satu jenis kecerdasan kedelapan (yaitu kecerdasan naturalis), dan kendatipun banyak pendapat yang menentang, ada godaan untuk menambahkan yang kesembilan, yaitu kecerdasan spiritual.
8)      Kecerdasan Naturalis.
Kemampuan mengenal flora dan fauna, melakukan pemilahan-pemilahan runtut dalam dunia kealaman, dan menggunakan kemampuan ini secara produktif- misalnya berburu, bertani, atau melakukan penelitian biologi.
Kecerdasan hanyalah sehimpunan kemampuan dan keterampilan. Manusia dapat mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan dengan belajar menggunakan kemampuannya secara penuh.
Delapan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia ini mengungkapkan kepada kita bahwa ada “banyak jendela menuju satu ruangan yang sama” di mana subjek-subjek pelajaran dapat didekati dari berbagai prespektif. Dan ketika orang mampu menggunakan bentuk-bentuk kecerdasan mereka yang paling kuat, mereka akan menemukan bahwa belajar itu mudah dan menyenangkan.
2.4 Manfaat Penerapan Multiple Intelegensi
Pola pengajaran tradisional yang hanya menekankan pada kemampuan logika yang disampaikan dalam bentuk ceramah akan mudah membosankan siswa.Teori Multiple Intelegences menyarankan beberapa cara yang memungkinkan materi pelajaran dapat disampaikan dalam proses belajar yang lebih efektif.
Cara-cara penyampaian materi pelajaran yang dapat dilakukan oleh guru sebagai berikut:kata-kata, angka atau logika, gambar, pengalaman fisik, pengalaman social,refleksi diri, pengalaman di lapangan, peristiwa
Jika kita akan mengajar siswa diharapkan membaca materi terlebih dahulu.Dan siswa diusahakan mengamati/mengadakan observasi.Pengajaran satu materi tidak perlu harus menggunakan ke delapan kecerdasan secara serentak.Pilih kecerdasan yang sesuai dengan konteks pembelajaran.
Sebenarnya  dalam melaksanakan proses pembelajaran yang menggunakan kerangka Multiple Intelegences tidaklah sesulit yang dibayangkan.Tetapi membutuhkan kreatifitas dan kepekaan guru.Artinya setiap guru harus bisa berpikir secara terbuka yaitu keluar dari paradigma pembelajaran tradisional,mau menerima perubahan,serta harus memiliki kepekaan untuk melihat setiap hal yang bisa digunakan di lingkungan sekitar dalam menunjang proses belajar.
Laboratorium hidup dan terlengkap adalah dunia untuk mengembangkan proses pengajaran dengan menggunakan multiple intelegences,sarana dan prasarana yang dibutuhkan sebenarnya telah tersedia di lingkungan sekitar.
Artinya bahwa pendidikan tidaklah harus di dalam kelas.Tidak harus menggunakan peralatan yang canggih.Siswa bisa diajak keluar kelas untuk mengamati fenomena yang terjadi di dunia nyata ini.Siswa tidak hanya dijejali dengan teori semata.Mereka dihadapkan dengan kenyataan.
Laboratorium hidup yang terbesar adalah dunia ini. Untuk mengembangkan proses pengajaran dapat menggunakan Multiple Intelegences, sarana dan prasarana yang dibutuhkan sebenarnya telah tersedia di lingkungan sekitar tempat kita sekarang ini. Artinya, bahwa pendidikan tidaklah harus di dalam kelas, tidak harus menggunakan peralatan yang canggih.
Siswa bisa diajak keluar kelas untuk mengamati setiap fenomena yang terjadi di dunia nyata, siswa tidak hanya dijejali oleh teori semata, mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa teori yang mereka terima memang dapat ditemui di dalam kehidupan nyata dan dapat mereka alami sendiri, sehingga mereka memiliki kesan yang mendalam.
Vernon A. Magnesen (1983), (DePorter, Bobbi; Reardon, Mark; Mourie, Sarah Singer, 2000) menjelaskan bahwa kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Artinya seseorang dapat menerima informasi paling banyak pada saat dia melakukan atau mempraktikkan materi yang diterimanya.
Kadang-kadang kita berpikir bahwa untuk menerapkan berbagai metode pengajaran yang berkembang akhir-akhir ini diperlukan suatu peralatan yang canggih untuk menunjang proses belajar. Padahal yang sebenarnya tidaklah demikian.  Di dalam menerapkan Multiple intelegences,proses pengajaran dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan musik untuk mengembangkan Musical Intelegence, belajar kelompok untuk mengembangkan Interpersonal Intelegence, aktivitas seni untuk mengembangkan Visual Soatial Inteligence, role play untuk mengembangkan Bodily-Khinesthetic Intelegence, menggunakan multimedia, refleksi diri untuk mengembangkan Intra personal Intelegence, dan lain-lain.
Keluar dari pola kebiasaan mengajar yang lama yaitu pengajaran yang hanya menekankan pada metoda ceramah sangatlah sulit, karena manusia cenderung tidak mau keluar dari zona nyaman sebagaimana yang diungkapkan oleh DePorter, Bobbi; Reardon, Mark; Mourie, Sarah Singer, 2000 di dalam bukunya yang berjudul Quantum Teaching. Manusia cenderung akan tetap mempertahankan kebiasaannya dan tidak mau mengambil resiko, karena untuk berubah berarti mereka dihadapkan pada resiko dari perubahan itu sendiri yang seringkali `menakutkan`.
Penerapan Multiple Intelegences di dalam proses belajar mengajar tidak harus menunggu perintah dari atasan. Guru yang mencoba menerapkan Multiple Intelegences, berinisiatif untuk mencoba keluar dari zona nyaman agar pengajaran dapat dilakukan seefektif mungkin dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa guru adalah orang yang langsung terlibat di lapangan yang mengetahui secara jelas kebutuhan dan keunikan dari setiap siswa.
Kenyataan saat ini, adalah kurangnya guru-guru yang memiliki inisiatif untuk mencoba keluar dari pola pengajaran tradisional, meskipun dari pihak atasan menfasilitasi dan mengadakan pembinaan bagi setiap guru agar dapat mengembangkan diri menyampaikan materi pelajaran seefektif mungkin.
Upaya menerapkan Multiple Intelegences bukan hanya tanggung jawab guru dan kepala sekolah saja, orang tua pun perlu dilibatkan. Kita harus bersinergi dengan pihak orang tua. Orang tua pun memiliki andil dalam menentukan cara belajar anaknya. Masih banyak orang tua yang memiliki pola pikir tradisional dalam memandang kemampuan yang harus dicapai oleh anaknya. Mereka masih memandang anaknya bodoh, jika anaknya tidak pandai dalam matematika atau bahasa. Pola pikir orang tua seperti itu harus diubah.
Pihak sekolah hendaknya mengadakan seminar bagi orang tua. Seminar itu menjelaskan bahwa kecerdasan anak bukan hanya dipandang dari kemampuan matematika atau bahasa, melainkan masih banyak kemampuan lainya yang dapat dikembangkan sesuai dengan keunikan anak. Jika pandangan baru ini diberikan pada orang tua, diharapkan setiap orang tua dapat mendukung pihak sekolah untuk mengembangkan Multiple Intelegences.
Salah satu bentuk peran serta orang tua dalam pengembangan Multiple Intelegences adalah dengan tidak memaksakan anak untuk hanya menguasai kemampuan matematika dan bahasa, atau ditambah lagi ipa, tetapi mereka pun dapat membimbing dan mengarahkan anaknya sesuai dengan keunikan masing-masing.
Selain mengadakan seminar, kerja sama pihak sekolah dengan orang tua dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan peran Wali Kelas dan guru Bimbingan Konseling dengan cara melakukan pertemuan berkala dengan pihak orang tua. Kerja sama ini dilakukan dalam upaya untuk memantau setiap perkembangan anak dan mengamati keunikan setiap anak, sehingga pendidikan bisa diberikan sesuai dengan kebutuhn dan keunikan masing-masing.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1.      Kecerdasan seseorang dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek intelektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ).
2.      Klasifikasi kecerdasan digunakan dengan teori multi kecerdasan, yang meliputi bahasa, musikal, logika atau matematika, visual, kinestik tubuh, interpersonal atau social, intrapersonal, dan naturalis. Dari klasifikasi tersebut tidak dapat ketinggalan dari faktor kecerdesan meliputi bawaan, minat dan pembawaan yang khas, pembentukan, kematangan, dan kebebasan.
3.2 Saran











DAFTAR PUSTAKA
J. Ellys, 2009, Kiat meningkatkan potensi belajar anak, Bandung ; Pustaka Hidayah.

http//www.Downloads/makalah-pendidikan-perkembangan-anak.html


BAB I
PENDAHULUAN
1.2  Latar Balakang
Dulu keberhasilan seseorang untuk masa depan diukur dari tingkat kecerdasan. Padahal dulu kecerdasan hanya ditinjau dari aspek intelektual. Padahal di otak kita terdapat beberapa kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).
Di Indonesia pengembangan kecerdasan anak untuk menuju tingkat keberhasilan atau kesuksesan dalam berhasil itu ditinjau dari intelektual. Contohnya dalam sistem pendidikan Indonesia menekankan tingkat kecerdasan dinilai dari segi matematika (logika) dan bahasa. Dalam praktek anak akan mengalami kenaikan kelas dinilai dari aspek tersebut. Padahal ini adalah satu pemikirin kecerdasan yang masih tradisional. Hal ini juga diungkapkan oleh pakar perkembangan dan pemerhati anak, Seto Mulyadi.
Setelah adanya kekeliruan di pendidikan Indonesia dalam peningkatan kecerdasan anak. Padahal sekolah - sekolah swasta telah menjamur dimulai dari sekolah kanak-kanak atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai tingkat yang tertinggi perguruan tinggi. Dengan semakin menjamurnya sekolah-sekolah seharusnya tingkat pendidikan Indonesia semakin professional, tapi kenyataannya masih tetap dalam pendidikan pengembangan yang tradisional.
Dengan adanya kekeliruan tentang kecerdasan yang hanya mencakup dua aspek yaitu matematika (logika) dan bahasa. Sebaiknya selain dari aspek tersebut harus juga meliputi beberapa aspek yang lain yaitu kinetis, musical, visual-spatial, interpersonal, dan naturalis. Jenis-jenis kecerdasan tersebut disebut dengan kecerdasan jamak (multiple intelligences) yang diperkanalkan oleh Howard Gardner tahun 1983. Menurut Gardner sebaiknya harus memperhatikan orang-orang yang memiliki talenta (gift) di dalam kecerdasan seseorang. Misalnya arsitek, musikus, ahli alam, designer, penari, terapis, dan lain-lain.
Para ahli melihat bakat seseorang dari tes intelegensi (IQ) yang berasal dari kecerdasan. Tapi sekarang tidak para ahli memaparkan anak berbakat meliputi beberapa ciri yaitu kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan diri (tanggung jawab terhadap tugas). Masing-masing ciri ini memiliki penjabaran tersendiri misalnya kemapuan di atas rata-rata mencakup beberapa antara lain mempunyai abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan memecahkan masalah.
Akan tetapi, kecerdasan yang cukup tinggi belum menjamin keberbakatan seseorang. Kreatifitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya, adalah sama pentingnya.
Demikian juga berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami macam-macam rintangan dan hambatan, melakukan dan menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya, karena ia telah mengikatnya diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.
1.1  Rumusan Masalah
1.   Apa pengertian kecerdasan ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kecerdasan dalam belajar dan perkembangan anak
3. Apa saja klasifikasi kecerdasan majemuk ?
4. Bagaimana manfaat penerapan multiple intelegensi ?


1.3 Tujuan
Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagia berikut :
1.   Mengetahui pengertian kecerdasan berdasarkan para ahli
2. Mengetahui factor-faktor yang mempangaruhi  kecerdasan dalam belajar dan perkembangan anak
3. Mengetahui klasifikasi kecerdasan majemuk
4. Mengetahui  manfaat penerapan multiple intelegensi










BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kecerdasan Majemuk
Kecerdasan ialah sebuah kapasitas yang mendasar yang dimiliki setiap manusia untuk memproses informasi tertentu. Howard Gardner sejak tahun 1983 sudah mengadakan penelitian,dan memperkenalkan jenis-jenis kecerdasan intelektual dengan sebutan kecerdasan majemmuk. Hal ini dipertegas oleh Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelegence.dia mengatakan bahwa kontribusi IQ paling banyak sekitar 20 % terhadap keberhasilan hidup,sehingga 80 % sisanya ditentukan oleh faktor- faktor lain:sehimpunan faktor yang disebut kecerdasan emosional.
Kecerdasan juga dapat dikatakan sebagai istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang dimiliki manusia berdasarkan perbandingan usia kronologis.
Terdapat beberapa cara untuk mendefinisikan kecerdasan. Dalam beberapa kasus, kecerdasan bisa termasuk kreativitas, kepribadian, watak, pengetahuan, atau kebijaksanaan. Namun, beberapa psikolog tak memasukkan hal-hal tadi dalam kerangka definisi kecerdasan. Kecerdasan biasanya merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental dalam berpikir, namun belum terdapat definisi yang memuaskan mengenai kecerdasan. Stenberg& Slater mendefinisikannya sebagai tindakan atau pemikiran yang bertujuan dan adaptif.

2.2 Faktor Kecerdasan dalam Belajar dan Perkembangan Anak
1. Faktor Bawaan
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
2. Faktor Minat Dan Bawaan Yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
3. Faktor Pembentukan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelengensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.
4. Faktor Kematangan
Dimana organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.sOleh karena itu, tidak diherankan bila anak-anak belulm mampu mengerjakan atau memecahkan       soal-soal matematika di kelas empat sekolah dasar, karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umu.
5. Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kelima faktor tersebut di atas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor saja.
2.3 Klasifikasi Kecerdasan Majemuk
Secara konvensional klasifikasi kecerdasan dewasa ini masih mengikuti klasifikasi yang dikembangkan oleh Binet dan Simon, diantaranya :
a)      Idiot (IQ 0 – 19)
Idiot adalah suatu istilah yuridis dan paedagogis, yang diperuntukkan bagi mereka yang lemah pikiran tingkat paling rendah.
b)     Embisil (IQ 20 – 49)
c)      Moron (IQ 50 – 69)  
Moron merupakan problem terbesar masyarakat. Pada masa dewasa, moron dianggap memiliki kecerdasan                                                                                              
d)     Inferior (IQ 70 – 79)
Merupakan kelompok tersendiri dari individu-individu terbelakang. Kecakapan pada umumnya hampirsama dengan kelompok embisil,namun kelompok ini mempunyai kecakapan tertentu yang melebihi kecerdasannya.
e)      Bodoh (IQ 80 – 89)
Pada umumnya kelompok ini agak lambat dalam mencerna pelajaran di sekolah.
f)       Normal/Rata-rata (IQ 90 – 109)
Kelompok ini merupakan kelompok yang terbesar presentasinya diantaran populasi.
g)      Pandai (IQ 110 – 119)
Kelompok ini pada umumnya mampu menyelesaikan pendidikan tingkat universitas atau perguruan tinggi.
h)     Superior (IQ 120 – 129)
Kelompok ini lebih cakap.
i)        Sangat Superior (IQ 130 – 139)
Kelompok ini termasuk kelompok superior yang berbeda pada tingkat tertinggi dalam kelompok tersebut.
j)       Gifted (IQ 1400 – 179)
Kelompok ini adalah mereka yang tidak genius tetapi menonjol dan terkenal.
k)     Genius (IQ 180 ke atas)
Kelompok ini bakat dan keistimewaannya telah tampak sejak kecil.
Dari beberapa klasifikasi kecerdasan. Klasifikasi kecerdasan yang selalu sebagai acuan psikolog adalah klasifikasi menurut Gardner. Gardner dengan “Teori Multi Kecerdasan” mengatakan bahwa , “ IQ tidak boleh dianggap sebagai gambaran mutlak, suatu entitas tunggal yang tetap yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas. Ungkapan yang tepat adalah bukan seberapa cerdas Anda, tetapi bagaimana Anda menjadi cerdas”. (2002: 58).
Setiap orang memiliki beberapa tipe kecerdasan. Gardner mendifinisikan kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih. Dengan kata lain kecerdasan dapat bervariasi menurut konteknya. Dalam bukunya Frames of Mind Gardner menawarkan delapan jenis kecerdasan manusia, sebagai berikut:
1)      Kecerdasan Linguistik (Bahasa).
Kemampuan membaca, menulis,dan berkomunikasi dengan kata-kata atau bahasa. Contoh orang yang memiliki kecerdasan linguistic adalah penuulis, jurnalis, penyair, orator, dan pelawak.
2)      Kecerdasan Logis-Matematis.
Kemanpuan berpikir (bernalar) dan menghitung, berpikir logis dan sistematis. Ini adalah jenis keterampilan yang sangat dikembangkan pada diri insinyur, ilmuwan, ekomon, akuntan, detektif, dan para anggota profesi hukum.
3)      Kecerdasan Visual-Spasial.
Kemampuan berpikir menggunakan gambar, memvisualisasikan hasil masa depan. Membayangkan berbagai hal pada mata pikiran Anda. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini antara lain para arsitek, seniman, pemahat, pelaut , fotografer, dan perencara strategis.

4)      Kecerdasan Musikal.
Kemampuan menggubah atau mencipta musik, dapat menyanyi dengan baik, dapat memahami atau memainkan musik, serta menjaga ritme. Ini adalah bakat yang dimiliki oleh para musisi, composer, perekayasa rekaman
5)      Kecerdasan Kinestik-Tubuh.
Kemampuan menggunakan tubuh Anda secara terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan produk atau mengemukakan gagasan dan emosi. Kemampuan ini dimiliki oleh para atlet, seniman tari atau akting atau dalam bidang banguan atau konstruksi.
6)      Kecerdasan Interpersonal (social).
Kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan empati dan pengertian, memeperhatikan motivasi dan tujuan mereka. Kecerdasan jenis ini biasanya dimiliki oleh para guru yang baik, fasilitator, penyembuh, polisi, pemuka agama, dan waralaba.
7)      Kecerdasan Intrapersonal.
Kemampuan menganalis-diri dan merenungkan-diri, mampu merenung dalam kesunyian dan menilai prestasi seseorang, meninjau perilaku seseorang dan perasaan-perasaan terdalamnya, membuat rencana dan menyusun tujuan yang hendak dicapai, mengenal benar diri sendiri. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filosof, penyuluh , pembimbing, dan banyak penampil puncak dalam setiap bidang.
Pada tahun 1996, Gardner memutuskan untuk menambahkan satu jenis kecerdasan kedelapan (yaitu kecerdasan naturalis), dan kendatipun banyak pendapat yang menentang, ada godaan untuk menambahkan yang kesembilan, yaitu kecerdasan spiritual.
8)      Kecerdasan Naturalis.
Kemampuan mengenal flora dan fauna, melakukan pemilahan-pemilahan runtut dalam dunia kealaman, dan menggunakan kemampuan ini secara produktif- misalnya berburu, bertani, atau melakukan penelitian biologi.
Kecerdasan hanyalah sehimpunan kemampuan dan keterampilan. Manusia dapat mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan dengan belajar menggunakan kemampuannya secara penuh.
Delapan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia ini mengungkapkan kepada kita bahwa ada “banyak jendela menuju satu ruangan yang sama” di mana subjek-subjek pelajaran dapat didekati dari berbagai prespektif. Dan ketika orang mampu menggunakan bentuk-bentuk kecerdasan mereka yang paling kuat, mereka akan menemukan bahwa belajar itu mudah dan menyenangkan.
2.4 Manfaat Penerapan Multiple Intelegensi
Pola pengajaran tradisional yang hanya menekankan pada kemampuan logika yang disampaikan dalam bentuk ceramah akan mudah membosankan siswa.Teori Multiple Intelegences menyarankan beberapa cara yang memungkinkan materi pelajaran dapat disampaikan dalam proses belajar yang lebih efektif.
Cara-cara penyampaian materi pelajaran yang dapat dilakukan oleh guru sebagai berikut:kata-kata, angka atau logika, gambar, pengalaman fisik, pengalaman social,refleksi diri, pengalaman di lapangan, peristiwa
Jika kita akan mengajar siswa diharapkan membaca materi terlebih dahulu.Dan siswa diusahakan mengamati/mengadakan observasi.Pengajaran satu materi tidak perlu harus menggunakan ke delapan kecerdasan secara serentak.Pilih kecerdasan yang sesuai dengan konteks pembelajaran.
Sebenarnya  dalam melaksanakan proses pembelajaran yang menggunakan kerangka Multiple Intelegences tidaklah sesulit yang dibayangkan.Tetapi membutuhkan kreatifitas dan kepekaan guru.Artinya setiap guru harus bisa berpikir secara terbuka yaitu keluar dari paradigma pembelajaran tradisional,mau menerima perubahan,serta harus memiliki kepekaan untuk melihat setiap hal yang bisa digunakan di lingkungan sekitar dalam menunjang proses belajar.
Laboratorium hidup dan terlengkap adalah dunia untuk mengembangkan proses pengajaran dengan menggunakan multiple intelegences,sarana dan prasarana yang dibutuhkan sebenarnya telah tersedia di lingkungan sekitar.
Artinya bahwa pendidikan tidaklah harus di dalam kelas.Tidak harus menggunakan peralatan yang canggih.Siswa bisa diajak keluar kelas untuk mengamati fenomena yang terjadi di dunia nyata ini.Siswa tidak hanya dijejali dengan teori semata.Mereka dihadapkan dengan kenyataan.
Laboratorium hidup yang terbesar adalah dunia ini. Untuk mengembangkan proses pengajaran dapat menggunakan Multiple Intelegences, sarana dan prasarana yang dibutuhkan sebenarnya telah tersedia di lingkungan sekitar tempat kita sekarang ini. Artinya, bahwa pendidikan tidaklah harus di dalam kelas, tidak harus menggunakan peralatan yang canggih.
Siswa bisa diajak keluar kelas untuk mengamati setiap fenomena yang terjadi di dunia nyata, siswa tidak hanya dijejali oleh teori semata, mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa teori yang mereka terima memang dapat ditemui di dalam kehidupan nyata dan dapat mereka alami sendiri, sehingga mereka memiliki kesan yang mendalam.
Vernon A. Magnesen (1983), (DePorter, Bobbi; Reardon, Mark; Mourie, Sarah Singer, 2000) menjelaskan bahwa kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Artinya seseorang dapat menerima informasi paling banyak pada saat dia melakukan atau mempraktikkan materi yang diterimanya.
Kadang-kadang kita berpikir bahwa untuk menerapkan berbagai metode pengajaran yang berkembang akhir-akhir ini diperlukan suatu peralatan yang canggih untuk menunjang proses belajar. Padahal yang sebenarnya tidaklah demikian.  Di dalam menerapkan Multiple intelegences,proses pengajaran dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan musik untuk mengembangkan Musical Intelegence, belajar kelompok untuk mengembangkan Interpersonal Intelegence, aktivitas seni untuk mengembangkan Visual Soatial Inteligence, role play untuk mengembangkan Bodily-Khinesthetic Intelegence, menggunakan multimedia, refleksi diri untuk mengembangkan Intra personal Intelegence, dan lain-lain.
Keluar dari pola kebiasaan mengajar yang lama yaitu pengajaran yang hanya menekankan pada metoda ceramah sangatlah sulit, karena manusia cenderung tidak mau keluar dari zona nyaman sebagaimana yang diungkapkan oleh DePorter, Bobbi; Reardon, Mark; Mourie, Sarah Singer, 2000 di dalam bukunya yang berjudul Quantum Teaching. Manusia cenderung akan tetap mempertahankan kebiasaannya dan tidak mau mengambil resiko, karena untuk berubah berarti mereka dihadapkan pada resiko dari perubahan itu sendiri yang seringkali `menakutkan`.
Penerapan Multiple Intelegences di dalam proses belajar mengajar tidak harus menunggu perintah dari atasan. Guru yang mencoba menerapkan Multiple Intelegences, berinisiatif untuk mencoba keluar dari zona nyaman agar pengajaran dapat dilakukan seefektif mungkin dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa guru adalah orang yang langsung terlibat di lapangan yang mengetahui secara jelas kebutuhan dan keunikan dari setiap siswa.
Kenyataan saat ini, adalah kurangnya guru-guru yang memiliki inisiatif untuk mencoba keluar dari pola pengajaran tradisional, meskipun dari pihak atasan menfasilitasi dan mengadakan pembinaan bagi setiap guru agar dapat mengembangkan diri menyampaikan materi pelajaran seefektif mungkin.
Upaya menerapkan Multiple Intelegences bukan hanya tanggung jawab guru dan kepala sekolah saja, orang tua pun perlu dilibatkan. Kita harus bersinergi dengan pihak orang tua. Orang tua pun memiliki andil dalam menentukan cara belajar anaknya. Masih banyak orang tua yang memiliki pola pikir tradisional dalam memandang kemampuan yang harus dicapai oleh anaknya. Mereka masih memandang anaknya bodoh, jika anaknya tidak pandai dalam matematika atau bahasa. Pola pikir orang tua seperti itu harus diubah.
Pihak sekolah hendaknya mengadakan seminar bagi orang tua. Seminar itu menjelaskan bahwa kecerdasan anak bukan hanya dipandang dari kemampuan matematika atau bahasa, melainkan masih banyak kemampuan lainya yang dapat dikembangkan sesuai dengan keunikan anak. Jika pandangan baru ini diberikan pada orang tua, diharapkan setiap orang tua dapat mendukung pihak sekolah untuk mengembangkan Multiple Intelegences.
Salah satu bentuk peran serta orang tua dalam pengembangan Multiple Intelegences adalah dengan tidak memaksakan anak untuk hanya menguasai kemampuan matematika dan bahasa, atau ditambah lagi ipa, tetapi mereka pun dapat membimbing dan mengarahkan anaknya sesuai dengan keunikan masing-masing.
Selain mengadakan seminar, kerja sama pihak sekolah dengan orang tua dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan peran Wali Kelas dan guru Bimbingan Konseling dengan cara melakukan pertemuan berkala dengan pihak orang tua. Kerja sama ini dilakukan dalam upaya untuk memantau setiap perkembangan anak dan mengamati keunikan setiap anak, sehingga pendidikan bisa diberikan sesuai dengan kebutuhn dan keunikan masing-masing.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1.      Kecerdasan seseorang dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek intelektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ).
2.      Klasifikasi kecerdasan digunakan dengan teori multi kecerdasan, yang meliputi bahasa, musikal, logika atau matematika, visual, kinestik tubuh, interpersonal atau social, intrapersonal, dan naturalis. Dari klasifikasi tersebut tidak dapat ketinggalan dari faktor kecerdesan meliputi bawaan, minat dan pembawaan yang khas, pembentukan, kematangan, dan kebebasan.
3.2 Saran











DAFTAR PUSTAKA
J. Ellys, 2009, Kiat meningkatkan potensi belajar anak, Bandung ; Pustaka Hidayah.

http//www.Downloads/makalah-pendidikan-perkembangan-anak.html